Selasa, 22 Mei 2012

5 Settingan yang Harus Diperiksa Sebelum Mulai Mem...

Pernah tidak mengalami kejadian seperti ini? Anda pulang dari acara memotret dan baru menyadari bahwa tadi di sepanjang pemotretan anda m...

TEKHNIK MEMULIHKAN TANAMAN CABAI PASCA SERANGAN TH...

Botanical pesticide: TEKHNIK MEMULIHKAN TANAMAN CABAI PASCA SERANGAN TH...: Serangan trip's dan tungau yang parah bsa menyebabkan tanaman cabai mati pucuk ( berwarna kecoklatan ) dan daun menjadi rontok atau gundu...

Rabu, 26 Agustus 2009

Memilih Usaha untuk Pemudatani

Penulis : SUSILO ASTUTI H. (Penyuluh Pertanian Pusbangluhtan)

Pemudatani tidak perlu mencari pekerjaan di kota atau luar negeri yang sering menimbulkan masalah, tetapi bisa tetap di desa dengan melakukan agribisnis hulu dan hilir yang dapat mendatangkan nilai tambah lebih tinggi.

Senin, 17 Agustus 2009

KAPAN PETANI MENJADI AGENDA PRIORITAS??????????

Adalah mula-mula paham kaum fisiokrat bahwa sumber kekayaan bagi pundit-pundi suatu Negara nasional, dan dengan demikian juga kesejahteraan bagi suatu bangsa, itu tak lain adalah hasil kerja kaum petani di ladang-ladang mereka yang subur. Namun demikian, betatapun juga mungkin benarnya paham dasar hukum kaum fisiokrat itu, dalam sejarah kelahiran Negara-negara bangsa selalu terbukti bahwa kekayaan suatu Negara dan kekayaan dan kesejahteraan para petaninya. Dalam setiap proses distribusi hasil-hasil surplus yang dihasilkan dari ladang-ladang pertanian, para petani penghasil produk itu selalu memeperoleh bagian yang demikian kecilnya, yang menyebabkan mereka tetap tertahan dalam kondisi yang sama sekali tidak ideal. Dinegeri berkembang manapun petani berikut tanahnya selalu menjadi bidang garapan para penguasa nasional yang mengklaim dirinya sebagai penerima amanat untuk memakmurkan kehidupan bangsa, yang oleh sebab itu lalu merasa boleh berbuat apapaun yang ia pandang tepat, pertama-tama diputuskan olehnya suatu kebijakan agrarian bahwa petani harus mendapat meningkatkan hasil produksinya, namun untuk kemudian- dengan rekayasa yang sedemikian rupa_ terupayakan agar petani tidak menguasai sepenuhnya pertambahan hasil produksinya itu. Surplus-surplus “disita” dengan berbagai cara untuk dialirkan lewat berbagai peraturan tataniaga dan tata distribusi, ke – dan disimpan di dalam gudang-gudang depo milik pemerintah, dan tidak di lumbung-lumbung milik petani itu sendiri.
Di gudang-gudang itulah nilai tambah yang diperoleh dari ladang dan jerih payah petani dikelola untuk mendaya guanakan sebagai sumber daya. Secara proporsional sumberdayaa itu dalam wujudnya yang meteriil ataupun yang telah terubah menjadi kekuatan financial- telah digunakan dan bahkan di acap pula disalahgunakan untuk membangun berbagai infrastruktur di luar sector pertanian. Berbagai program revolusi hijau, yang acapkali di puji-puji sebagai program swasembada pangan yang sukses, pada hakikatnya lalu menjadi titik lain dariapada suatu upaya politik developmentalism negeri-negeri berkembang yang apada akhirnya direvaluasi sebagai kebijakan yang etrcela. Itulah kebijakan yang tiba-tiba saja menjadikan seluruh program pembangunan termaknakan sebagai suatu rangkaian usaha strategic yang idiologik, dan menjadikan seluruh jajaran pejabat administrasi menjadi berwajah despotic. Itulah program yang sistematik dan dilaksanakan secara meluas untuk mengekploitasi daerah-daerah pertanian dan menjadikan para pekerja pertanian menjadi penyubsidi utama perkembangan kehidupan yang urbant-industrial.
Strategi untu menjadikan para petani pensubsidi pembangunan di luar sector kehidupannya sendiris sebenarnya tidah salah benar. Bagaimanapun program-program revolusi hijau itu harus pula di topang oleh berbagai sumberdaya lain kecuali tanah dan sumberdaya agrarian lainya, seperti teknologi dan keuangan, yang dalam proporsi yang cukup besar harus dihimpun dari luar sector pertanian.